Rumah Rocky Gerung Di Manado

Suara.com - Kepemilikan akun Kaskus Fufufafa masih terus menjadi perdebatan publik. Banyak yang menduga jika akun ini milik Gibran Rakabuming Raka.

Sejumlah netizen bahkan mengklaim memiliki bukti bila akun Fufufafa adalah milik putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi tersebut.

Di tengah polemik ini, pengamat politik Rocky Gerung menyebut bila akun Fufufafa kini bukan lagi milik Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 tersebut.

Pernyataan ini blak-blakan dilontarkan Rocky Gerung saat menjadi bintang tamu di podcast Keadilan TV yang dibawakan Jerry dan Arif F baru-baru ini.

Baca Juga: Bukti Kuat Fufufafa Terkait Gibran Makin Terbuka, Fedi Nuril: Gue Kira...

Ketika ditanya host soal kebenaran pemilik akun Fufufafa, Rocky Gerung langsung menyebut bila akun tersebut kini bukan milik Gibran, melainkan netizen.

"Itu bukan milik Gibran," ujar Rocky dikutip Selasa (24/9/2024).

"Akun Fufufafa itu bukan milik Gibran?" tanya host memastikan.

"Milik netizen itu sekarang," terang Rocky sambil tertawa-tawa.

Rocky Gerung menjelaskan bila kini akun Fufufafa telah dikuasai netizen. Ia pun menyebut jika saat ini Gibran sudah tak bisa mengendalikan akun tersebut.

Baca Juga: 7 Potret Fedi Nuril yang Disindir Gak Ganteng, Langsung Dibela Berjamaah

"Netizen yang kuasai akhirnya akun itu kan. Kalau milik Gibran, Gibran kendaliin, enggak begitu kan?" ungkap Rocky.

"Yang kendaliin netizen. Jadi memang bukan milik Gibran, dia aja enggak bisa ngendaliin," sambungnya.

Lebih lanjut, akademisi ini juga turut menyinggung soal adanya pihak yang mengendalikan kemunculan isu akun Fufufafa.

"Isu yang begitu tinggi suhunya itu pasti dikendalikan. Dikendalikan oleh suatu waktu mungkin 20 tahun kemudian baru bisa dibuka itu," terang Rocky.

Peristiwa merah putih di Manado adalah peristiwa penyerbuan markas militer Belanda di Teling, Manado, Sulawesi Utara. Berikut sejarah peristiwa merah putih di Manado.

Peristiwa merah putih di Manado terjadi pasca kemerdekaan Indonesia yakni pada 14 Februari 1946.

Latar belakang peristiwa merah putih ini terjadi karena provokasi Belanda yang menyebut kemerdekaan Indonesia hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peristiwa merah putih di Manado terjadi pasca kemerdekaan Indonesia. Tentara dan rakyat Manado menyerbu maskas Belanda. (Ilustrasi Foto: Istockphoto/Rawpixel)

Kronologi peristiwa merah putih di Manado berawal dari kabar kemerdekaan Indonesia. Saat itu, masyarakat di Manado baru mengetahui kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945.

Setelah mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka, masyarakat Manado bergegas mengibarkan bendera merah putih di berbagai tempat termasuk kantor-kantor bekas penjajah Jepang.

Meski sudah merdeka, Belanda masih ingin menguasai Manado. Pada Oktober 1945, pasukan Belanda atau Netherland Indies Civil Administration (NICA) datang ke Manado.

Saat itu, masyarakat Manado dengan tegas menolak Belanda. Perlawanan rakyat Manado pun dimulai. Suasana di Manado dan sejumlah daerah seperti Tomohon dan Minahasa pun memanas.

Dalam sejarah peristiwa merah putih di Manado, masyarakat Manado berhasil menyerbu markas Belanda danmengibarkan bendera Indonesia. (Foto: mufidpwt/Pixabay)

Puncaknya terjadi pada 14 Februari 1946. Residen Manado Bernard Wilhelm Lapian, Letnan Kolonel Charles Choes Taulu dan Sersan SD Wuisan menggerakkan pasukannya untuk mengambil alih markas militer yang dikuasai Belanda. Rakyat dari kalangan pribumi pun ikut dalam penyerbuan itu.

Mereka pun mengibarkan bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Rakyat juga tak segan-segan merobek bendera triwarna Belanda menjadi bendera merah putih.

Perebutan tangsi militer Teling dan penurunan bendera triwarna yang diganti bendera merah putih berhasil memukul mundur Belanda dan pasukannya.

Peristiwa berdarah serta bersejarah ini semakin menguatkan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa merah putih di Manado ini diberitakan lewat radio. Informasi penyerbuan itu sampai ke radio Australia, London hingga San-Francisco, AS.

Untuk mengenang seluruh jasa para pahlawan dalam insiden merah putih di Manado, didirikan sebuah monumen BW Lapian dan Ch Ch Taulu di Jalan Raya Kawangkoan-Tampaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Monumen ini diresmikan pada 30 November 1987.

Itulah sejarah peristiwa merah putih di Manado yang berhasil menyerang markas militer Belanda.

Peristiwa merah putih di Manado tidak lepas dari kejadian bersejarah pada bulan Juli tahun 1944 dimana pada waktu itu Jepang mengalami kekalahan telak melawan pasukan Sekutu ketika mereka bertempur di atas lautan Pasifik. Kekalahan mereka ini membuat mereka mundur untuk memperkuat kubu pertahanan mereka di pulau Sulawesi dan di daerah Maluku Utara.

Di bulan yang sama, Sam Ratulangi mengutus pemuda-pemuda untuk pergi ke Manado demi menyambut kemerdekaan yang akan dimiliki oleh Indonesia jika ternyata perang pasifik berakhir dengan hancurnya pasukan Jepang oleh pihak Sekutu.

Utusan yang ia kirim ini beranggotakan Mantik Pakasi dan Freddy Lumanauw sebagai utusan tentara, dan Wim Pangalila, Buce Ompi, serta Olang Sondakh sebagai perwakilan pemuda. Mereka pergi menggunakan kereta ke Surabaya, dan melanjutkan perjalanan menggunakan Dai yu Maru menuju Manado.

Dua bulan setelah perngutusan pemuda oleh Sam Ratulangi menuju Manado, tiba-tiba muncul pesawat pembom B-29 yang merupakan properti perang udara milik Angkatan Udara Sekutu.

Pesawat-pesawat yang berjumlah puluhan itu kemudian menghujani Manado dengan bom, dan meratakannya dengan tanah, mengubah setiap gedung yang terlihat menjadi tak lebih dari gundukan sampah, dan menewaskan banyak penduduk.

Hal ini kemudian memicu kecurigaan Jepang bahwa ada mata-mata Sekutu yang berperan ganda sebagai tokoh nasionalis. Di bulan September 1944 ini juga kubu pertahanan Jepang di Sulawesi Utara dan Morotai berhasil ditaklukkan oleh Jenderal Mac Arthur sebelum ia bertolak ke Leyte, Filipina.

Selama pertengahan tahun April 1945 hingga awal Februari 1946, terjadi lagi banyak konflik atau hal-hal yang menuntun kepada terjadinya peristiwa merah putih di Manado.

Pada bulan April hingga Agustus 1945 misalnya, dimana Pimpinan Kaigun menyiapkan kemerdekaan Indonesia, sesuai dengan apa yang pernah ia janjikan dahulu kala. Pada masa itu, bendera merah-putih dikibarkan bersebelahan dengan bendera nasional Jepang, yaitu Hinomaru.

Pada bulan September di bulan yang sama, NICA dan Belanda yang saat itu ada di bawah perlindungan pasukan Sekutu dengan senang hati masuk ke area Indonesia, dan terlepas dari seluruh usaha yang mereka lakukan, mereka tetap tidak berhasil menciptakan dampak apa pun terhadap kehidupan bermasyarakat, berpolitik, mau pun ekonomi.

Pada bulan terakhir tahun 1945, Manado mulai sedikit lega dengan perginya seluruh pasukan Sekutu dari tanah itu. Perginya Sekutu tidak berarti kedamaian, karena mereka pada akhirnya menyerahkan tugas yang tengah mereka jalani secara total kepada NICA-KNIL yang dipimpin oleh seorang Inggris.

John Rahasia dan Wim Pangalila kemudian melihat hal ini sebagai kesempatan untuk melakukan sebuah revolusi atau pemberontakan yang akan dilakukan oleh pemuda-pemuda Manado.

Di Bulan yang sama, NEFIS-Belanda mulai sedikit lebih pintar, dan mereka sudah bisa mulai mencurigai kedua orang yang akan melakukan pemberontakan ini.

Pada bulan Februari 1946, pasukan KNIL yang ada di Teiling masih dicurigai oleh pihak Belanda. Pihak Belanda juga mengeluarkan perintah strength arrest kepada para pemimpin mereka.

Yaitu Furir Taulu, Wuisan, Frans Lantu, Wim Tamburian, Wangko Sumanti, dan Yan Sambuaga karena mereka dinilai merupakan penghasut tentara Indonesia.

Pada tanggal 14 Februari, barulah peristiwa merah putih di Manado terjadi. Pada saat peristiwa itu dimulai, mereka berhasil memengaruhi pihak Belanda, dan membuat Kopral Mambi Runtukahu yang ditunjuk sebagai pemimpin ahli penyergapan pos yang ada di markas garnisun Manado.

Setelah serangan yang tidak memiliki perlawanan ini selesai, ada beberapa nama kaum nasionalis yang kemudian ditangkap oleh NICA dan dituduh sebagai mata-mata Jepang.

Keberhasilan kudeta yang dilakukan oleh Wuisan dan kawan-kawan tiba di telinga kapten KNIL pada masa itu, yang bernama J Kaseger yang akhirnya ikut berjuang membela Indonesia.

Bagian akhir peristiwa merah putih di Manado terjadi pada tanggal 15 dan 16 Ferbuari, hanya satu hingga dua hari setelah peristiwa ini dimulai.

Pada tanggal 15 Ferbruari 1946, komandan KNIL pada waktu itu yang bernama De Vries tertangkap dan menjadi tawanan, hingga ia dihadapkan kepada Taulu dan Wuisan demi membuat kesepakatan akan perselisihan yang terjadi ini.

De Vries, seperti layaknya pimpinan lain, bertanya apakah kudeta militer yang akan dilakukan oleh pihak Indonesia akan menjamin keselamatan pasukannya.

Pada saat itu, sebenernya Taulu tahu bahwa mereka sedang terdesak dan akan kalah, tapi ia kemudian berkata bahwa mereka sedang berjuang bersama pemuda Indonesia, dan akan mempertahankan perjuangan itu.

Setelah kejadian ini, seluruh daerah Minahasa kemudian mulai melihat prosesi pengibaran bendera Merah-Putih.

harga 4.700,000 adalah harga estimasi untuk pintu swing kombinasi panel dan kaca. ukuran tinggi 200 - 240 dan lebar 80 - 100, lengkap asesoris terpasa ng kelengkapan yang di terima: kusen + besi di dalam kusen, karet peredam suara, daun pintu + besi di dalam profil daun pintu, panel serta kaca terpasang, engsel kupu, kunci sigle lock, handle merk euroquen standar upvc jika pemesan ingikan safety lebih maka bisa di tambakan dengan penguncian ganda (multi point lock) multi point lock ada salah satu model penguncian dilengkapi transmisi yang memungkikan mengunci di 4 titik penguncian. ada pun biaya tambahan adalah sebesar Rp. 500.000